June 15, 2009

Twitter, Obama, dan Presiden 2.0


Oleh: Karaniya Dharmasaputra
Senin, 15 Juni 2009, 07:26 WIB

VIVAnews - Tak cuma "sukses" mengorganisir demonstrasi anti komunis di Moldova, keampuhan Twitter telah ikut menghantarkan Barack Obama ke Gedung Putih.

Diyakini banyak pengamat politik, keunggulan kampanye dan penggalangan dana Obama tak dapat dipisahkan dari strategi tim suksesnya memanfaatkan Twitter, Facebook, atau YouTube. Pada putaran Pemilu November 2008 lalu, Senator Obama--atau salah satu stafnya--meng-update lebih dari 250 tweets di akun Twitter-nya, twitter.com/barackobama. Karena ini, oleh sebagian kalangan Obama ditahbiskan dengan sebuah gelar yang jauh lebih cool ketimbang sekadar Presiden Amerika Serikat. Obama, kata mereka, adalah "Presiden 2.0".

Namun kini, sebagaimana ditulis kolumnis teknologi Paul Boutin di laman New York Times, setelah pemilu usai para pendukung Obama dirundung kecewa. Bukan apa-apa, dalam periode 100 hari sejak diambil sumpahnya, Obama baru dua kali tweeting.

"Tak bisakah ia mengetik sebaris update setiap hari?" Boutin menggerutu, "Saya mencontreng orang ini, tapi saya tidak bisa berdiam diri saja ketika Presiden 2.0 ini malah membuang kredensial-online yang dia bangun sepanjang masa kampanyenya."

Sebagian kalangan meyakini, Mr. President tak lagi aktif tweeting melalui BlackBerry-nya gara-gara regulasi pemerintah federal yang membatasi cara dan jalur komunikasi presiden.

Dalam kolomnya, Boutin mendesak Obama supaya meniru langkah Secretary of State California, Debra Bowen, yang bisa tweeting hingga beberapa kali dalam sehari. Menurut Boutin, fungsi blog-mikro Twitter amatlah bermanfaat untuk memanusiawikan wajah birokrasi yang kaku dan berjarak dari warganya sendiri.

Ini contoh tweets Bu Bowen pada 4 Juni 2009 pk. 5:06 PM:

"My air card died; b'berry ails. But mtg with Open Source Digital Voting Foundation rocked. Check out http://bit.ly/OSDV - what do you think?"

Tak hanya di dunia politik, keampuhan Twitter telah dimanfaatkan oleh banyak selebriti. Februari lalu, pembawa acara TV kondang Oprah Winfrey dan bintang film Ashton Kutcher menjadi buah bibir di Amerika gara-gara aplikasi jejaring-sosial ini. Oprah menggunakan Twitter untuk show-nya, sedangkan Kutcher menarik jutaan fans menjadi follower-nya.

"Bayangkan kalau dia posting sesuatu di Twitter!" Bounet masih menggerutu.

"Dia" dalam kalimat Bounet ditujukan bagi Obama. Tapi, rasanya pas juga kalau itu ditujukan buat SBY, Mega, atau JK--supaya kelak mereka tak hanya sekadar disumpah sebagai Presiden RI titik, tapi supaya lebih keren lagi sebagai: Presiden RI 2.0 (kar.d@vivanews.com, @karaniya, @vivanewsgroup).

Sumber: nytimes.com

Jika Anda punya pengalaman, pandangan, atau laporan menarik tentang Twitter, kami berterima kasih jika Anda bersedia mengirimkannya kepada kami untuk kami tayangkan di VIVAnews.Kirim laporan Anda di sini: http://ureport.vivanews.com/send_ureport/post/

• VIVAnews

http://teknologi.vivanews.com/news/read/66451-twitter__obama__dan_presiden_2_0

Keampuhan Twitter Menyulut Revolusi


Oleh: Karaniya Dharmasaputra
Minggu, 14 Juni 2009, 14:43 WIB

VIVAnews - Twitter ternyata bukan hanya aplikasi untuk memamerkan pasta apa yang sedang kamu makan atau sengantuk apa kamu hari ini. Sejumlah pengamat politik dan media meyakini gelombang pesan di Twitter--yang cuma 140 karakter itu--ternyata telah memainkan peran penting dalam mengobarkan revolusi!

Ini serius.

Dilaporkan laman berita berpengaruh Telegraph, Guardian, dan New York Times, fenomena itu antara lain telah terjadi di Moldova, negara kecil eks Uni Sovyet di tenggara Eropa.

Pada 7 April 2009 lalu, para pemrotes yang sebagian besar anak muda memanfaatkan Twitter, Facebook, dan SMS untuk mengorganisir demonstrasi anti komunis. Aksi ini berlangsung setelah partai komunis yang berkuasa mendeklarasikan kemenangan pada pemilu legislatif, dua hari sebelumnya.

Meyakini pemilu telah dicurangi rezim komunis yang sedang berkuasa, sekitar 20 ribu orang turun ke jalan, berdemo di depan istana Presiden Vladimir Voronin, dan bahkan menduduki gedung parlemen di Chisinau, ibu kota Moldova. Sebelum diredam aparat keamanan setempat, aksi ini berlangsung rusuh. Sejumlah orang terluka setelah terjadi bentrok fisik antara demonstran dan polisi anti huru-hara.

Pemimpin "Revolusi Twitter" ini adalah Natalia Morar, seorang perempuan aktivis dan wartawan investigasi yang baru berusia 25 tahun. "Kami yakin Pemilu telah dicurangi. Hari itu kami memutuskan untuk mengorganisir massa menggunakan Twitter, maupun situs jejaring sosial lainnya dan SMS," kata Morar kepada Guardian.

Semula, Morar hanya berharap pesan yang dikirimnya melalui Twitter akan mengumpulkan ratusan orang saja, terdiri dari teman dan kenalannya. Tapi apa yang terjadi kemudian sungguh membelalakkan matanya.

"Ketika kami datang ke alun-alun kota, sudah ada 20 ribu orang di situ. Sungguh unbelievable!" Morar menuturkan, "Selama ini kita menganggap remeh kekuatan Twitter dan Internet, dan ledakan kemarahan anak-anak muda pada kebijakan pemerintah dan kecurangan pemilu."

Di hari itu, para twitizen di Moldova gencar mengedarkan berbagai tweets yang berisi berbagai informasi tentang apa yang terjadi di seputar mereka dengan mencantumkan thread #pman. Sebagian serius, sebagian lagi guyonan.

Salah satu contohnya adalah ini:

timespunctro: Pravda, Moskow: Brigade Tank Rusia kesasar dan tiba di Chisinau gara-gara kesalahan pilot #pman

Saking takutnya, pemerintah akan metoda baru revolusi ini, di hari itu jaringan internet di Chisinau tiba-tiba putus di tengah kerusuhan.

Para politisi ada baiknya mulai berhati-hati mengadapi para tweeter dan facebooker. Sebelum Revolusi Twitter di Moldova, Internet, telepon seluler, dan SMS juga telah terbukti ampuh dalam menggalang aksi demonstrasi masal di Ukraina pada tahun 2004 dan Belarusia pada 2006 (kar.d@vivanews.com | @karaniya | @vivanewsgroup).

Sumber: Telegraph.co.uk | nytimes.com | guardian.co.uk

Jika Anda punya pengalaman, pandangan, atau laporan menarik tentang Twitter, kami berterima kasih jika Anda bersedia mengirimkannya kepada kami untuk kami tayangkan di VIVAnews.

• VIVAnews

http://teknologi.vivanews.com/news/read/66405-revolusi_twitter_di_moldova